BAB 17
BARANG
TITIPAN
A.
Pengertian
Barang
tititpan di kenal dalam bahasa fiqih
dengan al-wadiah menurut bahasa al-wadiah
ialah suatu yang di tempatkan bukan pada pemiliknya supaya di jaganya( ma wudi’a inda ghair malikiha la
yahfadzahu), berarti al-wadiah ialah memeberikan . maka yang ke dua wadi’ah
dari segi bahasa ialah menerima, seperti seseorang berkata awda’tuhu artinya
aku menerima harta tersebut darinya (qobiltu
minhu dzalika al-mal li yakuna wadi’an ‘’ indi) secara bahasa al-wadi’ah memiliki dua bahasa
al-wadi’ah memiliki dua makn yaitu memberikan harta untuk di jaganya dan pada
penerimanya (itha’u al-mal liyahfadzahu
wa fi qubuliha).
Menurut istilah al-wadi’ah di jelaskan oleh para ulama’
sebagai berikut.
1.
Menurut maliki al-wadi’ah memiliki dua arti arti
yang pertama ialah
عِبَارَةٌ
عَنْ تَوْكِيْلٍ عَلَى مُجَرَّدِحِفْظِ الْمَالِ
‘’Ibarat perwakilan untuk
memiliki harta secara mujarad ‘’
Artinya
yang ke dua ialah:
عِبَارَةٌ
عَنْ نَقْلِ مُجَرَّدِحِفْظِ الشَّيْئِ الْمَمْلُوْكِ الَّذِى يَصِخُ نَقْلُهُ
اِلَى الْمَوْدَعِ
‘’ibarat pemindahan
pemeliharaan sesuatu yang dimiliki secara mujarad yang sah dipindahkan kepada
penerima titipan’’
2.
Menurut hanafiah bahwa alwadiah ialah berarti
al-ida’ yaitu:
عِبَارَةٌ
عَنْ اَنْ يَسْتَلِطَ شَخْصٌ غَيْرَهُ عَلَى حِفْظِ مَالِهِ صَرِ يْحًا
اَوْدِلاَلَةً
‘’ibarat seseorang menyempurnakan harta kepada yang lain untuk di jaga secara
keras atau dialah.’’
Makna
yang kedua ialah al-wadi’ah sesuatu yang di titipkan (al-syai’I al-maudi’)
yaitu
مَاتَتْرُكَ
عِنْدَالاَمِيْنِ لِيَحْفَظَهَا
‘’sesuatu yang di tinggalkan
pada orang terpercaya supaya dijaganya’’
3.
Menuryt safi’iyah yang dimaksud dengan wadi’ah ialah
اَلْعَقْدُ
الْمُفْتَضَى لِحِفْظِ الشَيْئِ الْمُوْدَعِ
‘’akad yang di laksanakan untuk
menjaga Sesutu yang di titipkan’’
4.
Menurut hanabilah yag dimaksud dengan al-wadi’ad
ialah:
اْلاِيْدَاعُ
تَوْكِيْلٌ فِى الْحِفْظِ تَبَرُّعًا
‘’titipan, perwakilan dalam
pemeliharaan sesuatu secara bebas (tabaru)
5.
Menurut hasbi ash-shidiqie
al-wadiah ialah
عَقْدُ مَوْ
ضُوْعَهُ اِسْتِعَانَةُ اْلاِنْسَانِ بِغَيْرِهِ فِى حِفْظِ مَالِهِ
‘’akad akad yang intinya minta
pertolongan pada seseorng dalam memelihara harta
penitip’’
6.
Menurut syaih syihab al-din al-qalyubi wa syaih
umairah al-wadiah ialah:
اَلْعَيْنُ
الَّتِى تُوْضَعُ عِنْدَ شَخْصٍ لِيَحَّفَظَهَا
‘’benda yang diletakkan pada oranglain untuk di peliharanya’’
7.
Syaih Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa yang di
maksud al-wadi’ah ialah;
اَلْعَقْدُ
الْمُفْتَضَى لِلاِْ سْتِحْفَاظِ
‘’Akad yang dilakukan
untuk penjagaannya’’
8.
Menurut idris ahmad bahwa titipan artinya barang ang
di serahkan di amanahkan kepada seseorang
supaya barang itu di jaga baik-baik
Setelah di ketahui definisi-definisi al-wadi’ah yang di jelaskan oleh
para ahlinya, maka kiranya dapat di pahami bahwa yangdi maksud dengan
al-wadi’ah adalah penitipan yaitu akad seseorang pada yang lain dengan menitipkan suatu benda untuk
dijaganya secara layak (sebagau mana halnya kebiasaan) ) apabila ada kerusakan
pada benda titipan, padahal benda tersebut dijaga sebagai mana layaknya, maka
penerima titipan tidak wajib menggantikannya tapi bila ada kerusakan itu disebabkan
kelalaian maka ia wajib menggantikanya
B.
DASAR HUKUM WADI’AH
Al-Wadiah
adalah amanah bagi orang yang menerima titipan dan ia wajib mengembalikannya
pada waktu pemilik firman allah swt.
فَاِنْ اَمِنَ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَذِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ اَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِِ اللهَ
رَبَّهُ (البقراة:283)
Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
di percayai itu menunaikan amanat dan bertakwlah kepada allah sebagai tuhannya
(al-baqarah:283)
Orang yang
menerima barang titipan tidak berkewajiban menjamin, kecuali bila ia tidak
melakukan kerja dengan sebagaimana mestinya atau melakukan jinayah terhadap
barang titipan. Berdasrkan sabda nabi yang diriwayatkan oleh imam dar al-quthni
dan riwayat arar bin syu’aib dari bapaknya, dari mkakeknya bahwa nabi saw,
bersabda
مَنْ اَوْدَعَ
وَدِيْعَةً فَلاَ ضَمَانَ عَلَيْهِ (رواه الدارقطنى)
‘’ siapa yang dititipi, ia tidak berkewajiban menjamin’’ (riwayat
daruqhutni)
لاَضَمَانَ
عَلَى مُؤْتَمَنٍ (رواه البيهقى)
‘’tidak ada kewjiban menjamin
untuk orang yang di beri amanat ‘’ (riwayat baihaqi)
C. Rukun Dan Syarat Al-Wadi’ah
Menurut
hanafiah rukun al-wadi’ah ada satu, yaitu ijab dan qabul, menurut hanafiah
dalam shigat ijab di anggap sah apabila ijab tersebut di lakukan degan
perkataan yang jelas (sharih) maupun dengan perkataan samaran (khiyanah) hal
ini berlaku juga untuk Kabul, disyaratkan bagi yang menitipkan dan yang di
titipi barang dengan mukalaf. Tidah sah apabila yang menitipkan dan yang
menerima benda titipan adalah orang gila atau anak yang belum dewasa (shabiy).
MOrang
yang menerima barang titipan tidak berkewajiban menjamin, kecuali bila ia tidak
melakukan kerja dengan sebagaimana mestinya atau melakukan jinayah terhadap
barang titipan. Berdasrkan sabda nabi yang diriwayatkan oleh imam dar al-quthni
dan riwayat arar bin syu’aib dari bapaknya, dari mkakeknya bahwa nabi saw,
bersabda
‘’ siapa yang dititipi, ia tidak berkewajiban menjamin’’ (riwayat
daruqhutni)
‘’tidak ada kewjiban menjamin untuk orang yang di beri amanat ‘’ (riwayat
bukharienurut syafi’iyah al-wadi’ah memiliki tiga rukun, yaitu:
Barang
a. yang di
titipkan syarat barang yang di titipkan adalah barang atau benda itu merupakan
suatu yang dimiliki menurut syara’.
b. Orang yang
menitipkan dan yang menerima titipan, disyaratkan bagi penitip dan penerima
sudah baligh, berakal, serta syarat-syarat lain yang seuai dengan syarat-syarat
yang berwakil.
c. Shigat ijab
qabul al-wadi’ah, disyaratkan pada ijab qabul ini di mengerti oleh kedua belah
pihak, baik denagn jelas maupun samar.
D. Hukum menerima benda titipan
Di jelaskan oleh sulaiman rasyid
bahwa hokum menerima benda titipan ada empat macam, yaitu sunat, haram, wajib,
dan makruh secara lengkap di jelaskan sebagai berikut.
a. Sunat,di
sunnatkan menerima titipan bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia
sanggup menjaga benda-benda yang dititipkan kepadanya.al-wadi’ah adalah
satu-satu bentuk tolong menolong yang diperintahkan oleh Allah dalam Al-qur’an.tolong
menlong secara umum hukumnya sunnat. Hal ini di anggap sunnah menerima
benda-benda titipan ketika ada orang lain yang pantas pula untuk menerima
titipan
b. Wajib,
diwajibkan bagi seseorang menerima titipan bagi seseorang yang percaya bahwa
dirinya sanggup menerima dan menjaga benda-benda tersebut, sementara orang lain
tidak ada satupun yang dapat dipercaya untuk memelihara benda-benda tersebut.
c. Haram,
apabila seseorang tidak kuasa dan tidak sanggup memelihara benda-benda titipan.
Berarti member kesempatan (peluang) kepad kerusakan atau hilagya benda-benda
sehingga akan menyulitkan kepada orang yang menitipkan.
d. Makruh, bagi
orang yang percaya kepada dirinya sendiri bahwa dia mampu menjaga benda-benda
titipan, tetapi dia kurang yakin (ragu) pada kemampuannya, maka orang yang
seperti ini dimakruhkan menerima benda-benda titipan sebab di kawatirkan dia
akan berkhianat kepada yang menitipkan dengan cara merusak benda-benda titipan
atau menghilangkannya.
E. Rusak Dan
Hilangnya Benda Titipan
Jika orag yang menerima titipan
mengaku bahwa benda-benda titipan telah rusak tanpa adanya unsur kesengajaan
darinya, maka ucapannya harus di sertai dengan sumpah supaya perkataaanya itu
kuat kedudukannya menurut hukum. Namun ibnu al-munzir berpendapat bahwa orang
tersebut di atas sudah dapat diterima ucapannya secara hokum tanpa di
butuhkannya adanya sumpah.
Menurut
ibnu taimiyah apabila seseorang yang memelihara.